Wednesday, September 14, 2016

Pelayanan Kaum Muda Kontempelatif (bagian 2)




Pelayanan Kaum Muda Kontempelatif 2


Terjadi perubahan paradigma dalam pelayanan Mark Yaconelli. Mula-mula paradigmanya adalah pelayanan kaum muda sebagai usaha manusia untuk membawa kaum muda mendekat dan mencintai Tuhan melalui berbagai macam cara pelayanan. Sedangkan paradigma barunya adalah Allah yang berkarya di dalam dunia ini dan juga di dalam hidup kaum muda, entah mereka sadari atau tidak. Oleh sebab itu tugas dari pelayan kaum muda adalah menjadi fasilitator atau penuntun yang membawa kaum muda untuk dapat mengenali dan merasakan hadirat Tuhan melalui berbagai macam cara, tapi secara khususnya melalui kontempelasi.

Bagi Mark, kontempelasi adalah “sarana penting” dalam pelayanan kaum penting. Jadi apakah itu kontempelasi? “Doa kontempelasi adalah sebuah undangan untuk masuk ke dalam relasi yang dalam dengan Allah. Sebuah undangan untuk menyingkirkan agenda kita, pergumulan spiritual dan sekedar duduk diam, terbuka bagi kehadiran Allah di dalam dan di sekitar kita. Selama 16 abad pertama tradisi Kristen, doa kontempelatif dirujuk sebagai “menenteramkan diri di dalam Allah.” (94)

Kontempelasi sangat penting karena membawa orang percaya untuk masuk dalam kesadaran akan kehadiran Allah sehingga mengalami sukacita, cinta kasih dan kedamaian ilahi. Terutama bagi para pelayan kaum muda, sebelum mereka bisa menularkan indahnya kontempelasi bagi kaum muda, mereka harus terlebih dahulu mengalami dan hidup dalam hadirat Allah melalui kontempelasi.
Mark memperkenalkan beberapa bentuk dasar doa kontempelatif yaitu:
1. Lectio Divina (95-97)
2. Centering Prayer  (98-101)
3. Eksamen Kesadaran (145-147)
Selain itu masih ada lagi variasi-variasi yang dapat digunakan seperti,  doa kreatif (207), doa berjalan (208)dan doa hening (211).
Dari pendekatan-pendekatan kontempelatif tersebut, pribadi-pribadi akan mengalami Tuhan dan sebagai akibatnya akan saling terhubung dalam suatu komunitas kasih.

Bagi Mark Yaconelli, sangat penting sekali untuk tidak terburu-buru dalam pelayanan anak muda, sebaliknya semua harus dimulai dengan mencari dan mengalami kehadiran Allah, baik dari sisi anak muda, maupun dari sisi kaum dewasa.

Mark menyimpulkan tiga tahapan dalam pelayanan kaum muda kontempelatif yaitu:
1. Memperhatikan (bab 11), 2. Menamakan (bab 12) dan 3. Mengembangkan  (bab 13).
Tahapan pertama artinya menolong anak-anak muda untuk dapat mengenali dan memperhatikan kehadiran dan pesan Tuhan dalam hidup mereka (baik di alam, pergaulan, sekolah, greja maupun pembacaan). Tahap kedua adalah menolong anak muda untuk dapat menamakan atau memahami secara lebih dalam pengalaman kehadiran Allah tersebut. Baru setelah itu, tahap ketiga adalah komunitas atau gereja meihat “benang merah” dari perjumpaan-perjumpaan kaum muda dengan Allah dan merumuskannya dalam suatu program pelayanan.

Jadi, kontempelasi bukan menjadikan orang seperti biarawan, melainkan tujuan utama pelayanan kontempelatif adalah untuk memperdalam kesadaran kita akan kehadiran Allah, orang lain dan diri sendiri sehingga kita menjadi benar-benar hidup. Tugas kita sebagai pelayan anak muda adalah mengalami hadirat Allah dalam hidup kita sendiri serta memberikan ruang pada kaum muda untuk mengalami Allah. Pada waktu yang tepat, para pelayan kaum muda juga menyediakan relasi, pengalaman dan pengetahuan yang diperlukan oleh kaum muda untuk tetap dapat menempel pada sang Hidup itu, yaitu Yesus Kristus yang mengasihi dan hadir bagi kaum muda dan juga para pelayan kaum muda.  

Friday, August 26, 2016

Pelayanan Kaum Muda Kontempelatif (bag.1)

Judul buku : Pelayanan Kaum Muda Kontempelatif: Mempraktikkan Hadirat Yesus
Penulis: Mark Yaconelli
Penerbit: PT. Visi Anugerah Indonesia, Bandung.

Tahun terbit: 2015

Pelayanan Kaum Muda Kontempelatif (bagian 1)


Mark (penulis buku ini) adalah anak dari seorang tokoh terkenal dalam pelayanan kaum muda di USA yang bernama Mike Yaconelli. Sebagai seorang anak dari tokoh pelayanan kaum muda dia memiliki latar belakang yang mencukupi tentang pelayanan anak muda, dia juga memiliki banyak teladan pelayan kaum muda, dia juga adalah seorang yang berjuang keras untuk melayani kaum muda. Dia bekerja dengan keras hingga 70 jam seminggu, jarang pulang rumah, berangkat pagi untuk memulai pelayanan anak mudanya seperti mengantar kaum muda ke sekolah, menelpon dan membesuk mereka, menghadiri kegiatan olahraga remaja, membuat acara makan minum bersama. Tapi hasilnya adalah kegagalan. Kaum muda yang dia layani di gereja tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan. (56-57) Dia juga sempat berpaling pada kesalehan agar pelayanannya berkenan dan diberkati Tuhan, yaitu dengan memperbanyak doa bagi anak-anak muda, membeli  buku renungan dan memperbanyak waktu renungan rohani serta belajar Alkitab. Tapi hasilnya sama: kegagalan. (58)

Akar dari kegagalannya (dan juga kegagalan banyak pelayanan kaum muda lain) adalah motivasi dari pelayanan kaum muda Kristen seringkali didasarkan pada kekhawatiran dan kecemasan. Ini adalah motivasi dan daya dorong pelayanan yang salah.[1] Banyak orangtua cemas anaknya hidup dengan cara yang salah sehingga menghancurkan masa depannya, banyak orangtua yang cemas anaknya tidak masuk surga, banyak gereja yang cemas karena jemaat mudanya terus berkurang. Kecemasan ini ditanggapi dengan melancarkan pelayanan kaum muda, hasilnya adalah kegagalan menurut Mark Yaconelli. 

Motivasi dari pelayanan kaum muda seharusnya adalah “kepercayaan bahwa Allah mengasihi kaum muda, Allah hadir ditengah-tengah kaum muda, dan Allah dapat mengubahkan hidup dari kaum muda.” Teladan dan bukti dari kepercayaan itu adalah Tuhan Yesus, yang mengasihi, hadir dan mengubahkan hidup dari banyak tokoh PB dan juga banyak orang hingga saat ini. Titik balik kehidupan rohani dan pelayanannya ini dimulai tatkala dia mengikuti retret kontempelatif, di sana motivasi dan konsep teologisnya diperbaharui. Mark menyadari bahwa keberhasilan pelayanan tidak tergantung dirinya, tapi tergantung pada Tuhan. Dan peranan Mark adalah untuk memfasilitasi anak-anak muda untuk dapat mengalami Allah, dan ketika kehadiran Allah disadari oleh anak muda maka mereka mengalami suatu proses transformasi ilahi. Mark menuliskan teladan pelayanan kaum muda seharusnya meniru Yesus, yaitu, “Seperti cara Yesus membagikan iman-Nya. Yesus terbuka dan bersedia…hadir dan percaya…sabar dan menanti…percaya diri, tidak perlu mengontrol atau memanipulasi siapapun. Yesus percaya bahwa kehadiran-Nya, doa-doa-Nya, kata-kata-Nya, keheningan-Nya, dan tindakan-tindakan kasih-Nya –adalah cukup.” (66)



[1] “Menyedihkan, kecemasan serupa merupakan motivator yang umum di dalam Kekristenan Amerika Utara, menyamarkan diri sebagai gairah rohani. Saya mendapati kecemasan yang sama di dalam diri banyak gembala, orangtua, dan program penjangkauan Kristen yang diarahkan kepada kaum muda. Itu adalah sebuah dorongan untuk menampilkan diri, sebuah obsesi akan hasil, sebuah konsentrasi untuk tujuan yang menepikan anugerah…pelayanan-pelayanan dengan arah demikian mengacu kepada sosok Allah yang menampilkan diri sebagai sesuatu yang jauh atau sekumpulan prinsip, sosok moralis yang tegas dan penuh tuntutan dan harapan.” Yaconelli, 59.