Saturday, June 15, 2013

Bantal Keluarga: Kiat menjaga pernikahan agar tidak cedera



Judul: Bantal Keluarga: Kiat menjaga pernikahan agar tidak cedera
Penulis: Paul Gunadi
Penerbit: Metanoia: 2009
Kategori: Keluarga

Paul Gunadi (penulis buku ini) adalah seorang dosen di berbagai sekolah teologi dan seorang konselor professional.
Dalam pembukaan buku, dinyatakan bahwa keluarga Kristen seperti keluarga-keluarga lain juga mengalami masalah-masalah. Nah, masalah ini harus dihadapi dengan kesediaan untuk menjadikan Firman Tuhan sebagi fondasi keluarga dan pedoman keluarga. Inilah yang disebut bantal keluarga yaitu Firman Tuhan menjadi bantal yang memberikan kenyamanan dalam hidup keluarga sekaligus menjadi peredam dari konflik-konflik yang keras agar tidak menghancurkan rumah tangga.
Ada 7 hal yang diambil dari Efesus pasal 4:
Bantal 1: Mengatakan kebenaran
dipaparkan sulitnya mengatakan kebenaran tapi juga pentingnya kebenaran untuk dikatakan.
Bantal 2: Mengendalikan amarah
Bantal 3: Hidup disiplin
Bantal 4: Mengenali kebutuhan
kebutuhan akan kasih sayang, perkataan yang positif dan mendorong.
Bantal 5: Tidak mendukakan Roh Kudus
tidak berdosa, tidak lari dari Tuhan, berani mengakui dosa
Bantal 6: Berbuat hal-hal baik dalam kehidupan sehari-hari
Bantal 7: Mengampuni

Artikel berikutnya “terlepas tapi tidak terpisah” yang berkenaan dengan keluarga yang sudah “dingin-dingin”. Dijabarkan bagaimana membangun rasa percaya lagi dari hal-hal kecil seperti tidak bohong, menepati janji sehingga akhirnya terbangun rasa percaya dan rasa percaya satu dengan yang lain ini akan menimbulkan suatu kondisi keintiman/kedekatan yang tulus.

Lalu ada dua artikel yang saling terkait yaitu “makna kata ‘mengasihi istri’ bagi suami” dan “makna kata ‘tunduk pada suami’ bagi istri.
Pada artikel pertama, penulis menyadari bahwa dalam budaya kita (timur) seringkali pemimpin/kepala keluarga menegakkan wibawanya dengan bersikap otoriter. Wibawanya menimbulkan rasa takut kepada anggota keluarga. Namun menurut alkitab, wibawa kepala keluarga Kristen seharusnya muncul dari kasih dan pelayanan. Dengan cara seperti apa wibawa kasih bisa muncul? Hal itu dijabarkan di artikel ini.
Sedangkan pada artikel berikutnya dibahas mengapa suami yang ditetapkan Tuhan jadi kepala keluarga. Lalu juga ketundukan seperti apa yang istri harus tunjukkan pada suami, apakah tunduk buta atau seperti apa? Selain itu dibahas juga tips praktis seperti cara bicara dan cara memberi masukan ke suami.

Lalu ada juga artikel “jika kita berselingkuh”
Dijabarkan tipuan-tipuan dunia dalam awal maupun di dalam perselingkuhan seperti:
-ah, hanya persahabatan saja
-ah, saya pasti bisa lepas
-memberi nama lain sehingga nampak kurang berdosa (mis.selingan, jajan, manusia bisa khilaf)
-bersandar pada perasaan (marah, sedih, senang, puas, malu)
-mengasihani rekan zinah (padahal yang harusnya dikasihani adalah keluarga sah)
-menyalahkan orang lain
Dijelaskan juga tahap penanganan
-bersabar (jangan putus asa dan berpikir tidak mungkin ada pemulihan)
-akui dosa!
-minta maaf berulang kali
-berhenti berdosa demi Tuhan

Artikel terakhir tentang “Pubertas Kedua: mitos atau realitas?”
Menarik sekali dijabarkan oleh penulis bahwa adanya perubahan yang menjadi pemicu fase puber kedua pada masa paruh baya. Perubahan pada masa paruh baya ini yang membuat orang berusaha untuk menyesuaikan diri, dan jika tidak waspada bisa jadi masalah “puber kedua”.
Pada masa paruh baya untuk menyesuaikan dengan menurunnya fisik maka banyak orang:
-berusaha menarik perhatian lawan jenis (untuk meningkatkan rasa percaya diri)
-bersandar/menonjolkan kemapanan ekonomi
-tampil sebagai orang yang matang dan dewasa (bisa membuat orang lain yang lebih muda tertarik)
-seksualitas di keluarga sudah tidak “berkesan” lagi
-pasangan membiarkan
-meledaknya masalah keluarga
Kemudian dipaparkan juga cara-cara antisipasi dan penanganannya.
 
Jadi buku ini memang sangat tepat dalam mengangkat topik-topik yang muncul dalam kehidupan berkeluarga. Pengalaman konseling dari penulis sangat nyata membuat tulisannya ini praktis, dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari serta sangat detail dalam mengamati hal-hal kecil yang seringkali tidak teramati tapi sebenarnya penting dalam menciptakan “bantal” dalam keluarga, sehingga dalam keluarga ada kenyamanan dan lebih kuat dalam menghadapi konflik.