Monday, May 21, 2012

10 Besar Kesalahan yang Dibuat Para Pemimpin (bag.2)



Pendelegasian yang disesali
Pemimpin kadang kala begitu takutnya dengan kegagalan, kehilangan kekuasaan atau nama buruk sehingga selalu berusaha mengerjakan segala sesuatunya sendirian, sehingga tidak mungkin ada yang salah. Atau terlalu rewel dalam mengatur detail pekerjaan seperti yang dia mau sehingga bawahan stress. Penulis mengajar agar pemimpin belajar mendelegasikan tugas dengan tepat. Artinya adalah memberikan kebebasan kepada bawahan bagaimana tugas-tugas dilaksanakan dengan memperhatikan kemampuan dan kesiapan bawahan itu. Tugas pimpinan adalah mengawasi pendelegasian itu. Jika ada yang salah beri tahu; jika tiba-tiba kurang motivasi, maka pimpinan turun memberi semangat; jika ketrampilannya kurang maka melatihnya.

Kekacauan komunikasi
Pemimpin seringkali gagal untuk mengembangkan kemampuan komunikasi dengan pengikutnya. Padahal dengan komunikasi yang baik, pengaruh seorang pemimpin dapat merasuk pada pengikutnya. Melalui komunikasi yang baik maka empat hal ini dapat menjadi jelas dan masuk dalam diri pengikut, yaitu visi dan nilai-nilai kelompok, rantai komando, struktur organisasi dan uraian pekerjaan. Intinya, dengan mengembangkan kemampuan komunikasi, seorang pemimpin dapat meningkatkan pengaruhnya kepada para pengikut yang berimbas pada peningkatan organisasi/perusahaan.

Tidak memahami budaya
Pemimpin seringkali mengalami konflik saat tidak memahami budaya dari organisasi atau perusahaan dimana dia berada. Oleh sebab itu untuk menghindari konflik yang tidak perlu maka perlu untuk mengenali budaya dimana ia memimpin. Setelah mengenali dia bisa bersikap dengan lebih bijak sembari mengadakan pembaharuan terhadap aspek-aspek dari budaya yang dapat menghambat kemajuan. Budaya ini akan sangat menentukan model pemimpin dan pekerja seperti apa yang cocok untuk organisasi/perusahaan tertentu.

Sukses tanpa pengganti
Finzel mengingatkan kita sekali lagi akan pepatah, “seorang pemimpin yang berhasil adalah seorang pemimpin yang meninggalkan (telah menghasilkan) pemimpin-pemimpin lain pada waktu ia turun/mangkat”. Banyak pemimpin yang gagal sehingga mereka terlalu lama bertahan dalam posisinya, padahal pemimpin yang terlalu lama bertahan lebih banyak merusak (hal 177). “Membimbing” adalah kata kunci dari suksesi pemimpin. Seharusnya seorang pemimpin membesarkan pemimpin lain seperti membesarkan anak, dimotivasi oleh kasih sayang dan harapan, bukan membesarkanpemimpin lain seperti membesarkan budak, yaitu supaya tunduk selalu dan melayani kebutuhan tuannya.

Tidak focus ke masa depan.
Para pemimpin seringkali terkesima dengan pencapaiannya sendiri sehingga tidak sadar bahwa waktu telah berlalu dan pemimpin baru serta masa depan mendekat dengan cepat. Perubahan, itulah hal yang perlu untuk diingat terus. Perubahan sedang dan terus terjadi, pemimpin harus siap menahkodai perusahaannya menuju lautan masa depan dan nahkoda ini haruslah berani untuk bermimpin membawa kapalnya menuju tempat-tempat yang baru (bukannya mengingat terus dari pelabuhan mana kapal ini berlayar). Akhir kata seorang pemimpin menciptakan visi dan arah menuju masa depan dengan memperhatikan hal-hal yang berubah baik itu perubahan zaman, komposisi pengikut, kebutuhan masyarakat dll (hal 215).


Wednesday, May 9, 2012

10 Besar Kesalahan yang Dibuat Para Pemimpin (bag.1)


Resensi
“Sepuluh Besar Kesalahan yang Dibuat Para Pemimpin”
Diterbitkan oleh Interaksara, Batam Center, 2002.

Oleh Hanz Finzel, pernah menjadi pendeta dan juga pernah sebagai Direktur Eksekutif dari CB Internasional. Lewat pengalaman dan studinya yang hingga tingkat doktorat, dia mampu untuk menggabungkan prinsip-prinsip  firman Tuhan, teori-teori kepemimpinan dan pengalaman nyata memimpin dalam gereja maupun organisasi besar yang rumit.

Inilah rangkuman isi bukunya:

Menjadi pemimpin yang baik bukanlah sekedar bakat alam yang muncul begitu saja dari dalam. Para pemimpin harus belajar dari pemimpin sebelumnya dan pemimpin lain. Sebagian pemimpin belajar dari contoh-contoh kepemimpinan yang buruk dan menghindari kesalahan yang sama sehingga menjadi pemimpin yang lebih baik. Sayangnya, sebagian besar pemimpin lain belajar dari contoh-contoh yang buruk dan mengikuti cara dan gaya kepemimpinan yang buruk itu karena berpikir itu adalah hal yang benar!
Sebenarnya apakah pemimpin itu. Kepemimpin itu sebenarnya bukanlah sekedar masalah posisi atau kekuasaan atau uang. Kepemiminan itu adalah tentang pengaruh. Kepemimpinan berarti kemampuan untuk mempengaruhi orang menujuk kepada suatu tujuan/visi. Hal ini membuat kepemimpinan tidak mudah, karena jabatan, kekuasaan atau uang bisa membantu mempengaruhi orang menuju suatu tujuan, tapi sikap, karakter dan visi seorang pemimpinlah yang membuat pengaruh itu masuk ke dalam hati dan pikiran seseorang serta menggerakkan pengikut dari dalam.
Inilah beberapa sikap-sikap salah dalam kepemimpinan yang harus dihindari dan dicarikan alternatif sikap yang lebih baik dalam kepemimpinan:

Sikap top-down:
Seorang pemimpin seringkali merasa berhak, bahkan wajib memerintah bawahannya, menekan bawahannya agar takut dan hormat padanya. Dalam kondisi sekarang (generasi muda) tampaknya pendekatan ini justru melemahkan kepemimpinan dan semangat kerja. Seorang pemimpin yang baik selain memerintah dia juga harus mampu untuk menanamkan kesadaran kerja dalam diri pekerja, sehingga pekerja merasakan penting dan bahagia tatkala dia melakukan kerjanya dengan baik. Tips-tips untuk mencapai hal ini adalah dengan memberikan kesempatan berinovasi, memberikan kepercayaan berupa proyek-proyek yang perlu, memberikan pujian dan motivasi dengan jelas, menciptakan suasana kerja yang menyenangkan serta pemimpin mau untuk turun bersama-sama pekerjanya sehingga tercipta suatu keteladanan dan kedekatan.

Mendahulukan pekerjaan administratif ketimbang urusan sumber daya manusia
Tatkala pekerjaan/pelayanan semakin besar maka yang terjadi adalah urusan administrasi/birokrasi juga meningkat. Justru pada kondisi ini, pemimpin akhirnya seringkali berfokus untuk mengurusi urusan administrasi dengan dalih agar semua tertata rapi/terorganisir dengan baik.  Penulis memperingatkan kecenderungan ini sebagai hal yang berbahaya. Pemimpin justru harus tetap fokus pada pengembangan sumber daya manusia. Semakin besar organisasi justru orang-orang yang di dalamnya semakin membutuhkan hubungan pribadi dengan sang pemimpin, mereka justru membutuhkan kehadiran seorang yang memperhatikan dan memimpin mereka, mereka membutuhkan sentuhan dan kehangatan (suasana kerja seringkali menjadi dingin dan impersonal tatkala birokrasi meningkat). Finzel menuliskan, “manusia mengubah manusia lewat kontak langsung”, jadi lewat kontak langsung, kepercayaan, visi dan penghormatan dapat bersemi dengan alami.


Tidak adanya penegasan
Pemimpin seringkali tidak memberikan penegasan kepada bawahannya. Mana yang disukai dan dipuji, mana yang salah dan tidak baik. Ada tradisi pemikiran Asia, “kalau melakukan yang benar tidak perlu dipuji, karena memang seharusnya lakukan yang benar” sebaliknya, “kalau melakukan yang salah harus ditegur/dihukum sangat keras supaya kapok”, “tidak usah bicara banyak, yang penting sudah ditingkatkan gajinya dan sudah dikurangi beban kerjanya pasti dia senang.” Padahal pemimpin diharapkan mampu memberikan ketenangan dan kejelasan denganmemberikan pujian yang tepat dan teguran yang jelas akan apa yang salah. Jika pemimpin mendengarkan dan memberikan respon yang baik maka pengikut dapat merasakan semangat kerja lagi. Dengan memberikan pujian yang tepat justru pekerja mendapatkan dirinya berarti bagi perusahaan/pimpinan. 

Tak ada tempat bagi “orang yang lain daripada yang lain”
Pemimpin seringkali mendapati dalam organisasi/perusahaanya mendapati tipe “orang yang lain daripada yang lain”. Orang tipe ini seringkali pikiran, idenya, tindakannya tidak seperti pekerja pada umumnya, melainkan cenderung inovatif, idealis, rela susah dan bersemangat. Sayangnya banyak pemimpin (apalagi dalam organisasi yang sudah lama/tua sehingga tidak suka menerima terobosan baru) justru menganggap orang tipe ini sebagai penyakit/gangguan yang harus dibuang. Padahal menurut Finzel, orang-orang seperti inilah yang dapat menjadi “darah baru” bagi kelangsungan suatu organisasi atau perusahaan. Mereka inilah justru calon pemimpin baru bagi masa depan (sayangnya banyak pemimpin lama yang lupa bahwa mereka dulu juga adalah tipe ini). Orang tipe seperti ini membutuhkan bimbingan pimpinan serta ruang bebas untuk berkembang tanpa diikat birokrasi yang terlalu ketat.

Kediktatoran dalam pengambilan keputusan
Ada suatu tradisi yang tak disadari, yaitu seorang pemimpin haruslah tahu semua hal! Tentu hal ini timbul karena pemimpin bisa dihina atau disepelekan jika kurang tahu daripada pengikutnya. Namun kecenderungan ekstrim bahwa pemimpin harus tahu (atau sok tahu) akan segala hal membuat organisasi jatuh (karena tidak seorang pun maha tahu). Seorang pemimpin yang baik mengetahui keterbatasannya dan membiarkan ide-ide yang lebih baik muncul dari antara pengikut/pekerja untuk kemudian saling melengkapi. Dengan hal ini maka pekerja akan merasa terpacu, merasa ikut memiliki dan berusaha untuk melaksanakan ide bersama ini agar berhasil. Pemimpin yang berhasil seperti ini disimpulkan dengan sebutan pemimpin yang fasilitatif (memfasilitasi untuk timbulnya ide-ide dari bawah serta memfasilitasi bawahan untuk berkembang sesuai potensinya).

DOA: Bisakah membuat perubahan? (bag.2)


DOA: Bisakah membuat perubahan? (bag.2)
Siapa yang diubah oleh Doa? Kita, Allah atau keduanya?

Penulis oleh Philip Yancey, diterbitkan dalam terjemahan bahasa Indonesia oleh BPK Gunung Mulia.


DOA dan SAYA
Apakah Allah peduli kepada rincian hidup kita? Mengapa Allah terlihat begitu tak terduga dalam memutuskan apakah akan, dan kapan, melakukan intervensi di planet yang kacau ini. Apakah doa dapat menjawab kebutuhan, dapat menolong saya? Lalu dia menuliskan kisah2 dimana doa2 nampak tidak dijawab….
Yancey mencoba mencari penghiburan dari Firman Allah berkenaan dengan ini. Dia menemukan bahwa ada doa2 yesus tidak dijawab, justru disaat2 paling genting dan penting, yaitu di getsemani, di atas Salib. Jadi Yesus tahun rasanya tidak mendapatkan jawaban atas permintaan-Nya.
Jawaban dari pertanyaan “kenapa” tidak bisa dijawab. Tapi paling tidak kita tahu respon dari Bapa melalui Anak, yaitu bagaimana Ia merespon  kematian Lazarus, wanita sakit pendarahan, penghianatan petrus.
Dalam lingkungan yang asing dan sadis ini, Dia perpaling pada doa, sebagai tempat pelin dungan dari kerumanan ramai dan sebagai pengingat pada rumah sejatiNya, tempat yang tidak memilii ruang untuk kejahatan, penyakit dan kematian.
Doa bukanlah cara menghilangkan unsur-unsur yang tidak diketahui dan tak terduga dalam hidup, melainkan suatu cara memasukkan yang tidak diketahui dan tak terduga dari anugerah Allah dalam hidup kita.”

-Allah tidak sembarangan melangkahi hukum alam/alami
-Allah belum mengekang kekuatan jahat.
-Allah menyediakan kekuatan surgawi untuk menanggung dan mengubahkan kejahatan

Doa adalah pergulatan:
-tawar menawar (ala Abraham), perdebatan (ala musa), protes/complain (ala Ayub dan Mazmur) yang pada akhirnya membawa manusia untuk menemukan kehendak Allah yang tertinggi. Suatu usaha iman untuk mencapai finalitas jawaban dari Allah. Frasa “jadilah kehendakMu” harusnya ada di akhir doa saya, bukan di awal doa.
-doa adalah pergulatan untuk berusaha tekun terus menerus. Karena ketekunan kita sebagai tanda keinginan yang murni untuk perubahan. Jika kita mengingnkan Sesuatu kita berusaha dan bertahan.
- Suatu usaha yang mengejar tujuan tapi juga berdampak pada pertumbuhan “otot” iman. Pertumbuhan iman bisa untuk membawa kita melihat dengan sisi lain permohonan kita, bahkan hingga pada sudut pandang Allah menjadi bagian kita.
-Tidak berkomunikasi adalah hal yang lebih buruk daripada berkelahi.

Doa akhirnya memang mengubahkan si pendoa. Nilai nyata dari doa yang tekun bukanlah bahwa kita mendapatkan apa yang kita inginkan, melainkan kita menjaid orang yang seharusnya (yang Tuhan inginkan). Kita mencari hadiah, sebaliknya, kita malah menemukan Si Pemberi, dan akhirnya mendapatkan hadiah yang tidak lagi kita cari.”

 
DOA dan DUNIA
-Doa memberikan kita akses pada kekuasaan yang lebih besar dalam mengubah dunia. Doa dan kuasa dari atas penting karena perubahan juga bukan sekedar masalah fisik/kasat, tapi juga masalah rohani/tidak kasat mata. (roh2 jahat yang menguasai bumi, menaungi koruptor, pembunuh, penjahat).
-Doa memampukan kita sebagai “tangan” untuk bekerja di dunia selama terhubung dengan “kepala”
Kisah peralihan politik di Afrika Utara.
-Doa bukan sekedar pertempuran tapi juga adalah tempat istirahat/kedamaian. Kisah pekerja sukarelawan di pemberian makan orang miskin.
Doa memang dapat mengubahkan dunia. Bahkan para pendoa adalah orang yang terlibat bersama Allah mengubah dunia. Adakah perubahan baik yang tidak melibatkan doa?? Tantangnya……


DOA dan ALLAH
-Allah mahatau apakah perlu berdoa? Sebaliknya, Yesus menganggap kemahatahuan Allah bukan sebagai penyurut melainkan sebagai pendorong motivasi untuk berdoa. Karena kita tidak perlu perlu menarik perhatian, tidak perlu betele-tele, tidak perlu membujuk/’babuju’, . kita bisa langsung bicara dengan-Nya yg mahatahu.
-Allah sebenarnya membiarkan diri-Nya dipengaruhi oleh doa untuk melakukan apa yang mungkin sebenarnya tidak akan dilakukannya.
-Lewis meringkaskan drama sejarah manusia sebagai sesuatu “di mana adegan dansketsa umum kisah itu telah ditetapkan penulis, tetap rincian kecil tertentu dibiarkan terbuka sebagai ruang bagi improvisasi para pemain. Munkin merupkan misteri mengapa Dia membiarkan kita enar-enar memmengarui jalannya peristiwa; tetapi ini tidak lebih aneh daripada alasan Dia mengizinkan kita menyebabkan sesuatu terjadi dengan berdoa daripada metode lainnya”
Pada akhirnya kita harus beriman bahwa Allah bukan terpisah dari dunia kita, tapi Ia terlibat dalam dunia dan kehidupan kita. Dan Ya, bahwa naturnya tidak berubah, tapi banyak hal ia membiarkan diriNya dipengaruhi doa.                                        rsksarebu.blogspot